Sejarah Kota Surabaya
Kota Surabaya adalah ibukota provinsi
Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia
setelah Jakarta. Kota Surabaya secara geografis terletak antara 0721' Lintang
Selatan dan 11236'-11254' Bujur Timur. Jumlah penduduk metropolisnya hampir 3
juta jiwa. Wilayah Kota Surabaya di sebelah utara dan timur berbatasan dengan
Selat Madura, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik dan
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah Kota
Surabaya 274,06 km2 yang terbagi menjadi 31 kecamatan dan 163 desa/kelurahan.
Surabaya lahir tanggal 31 Mei 1293, berkembang menjadi kota terbesar setelah Jakarta, semuanya itu karena semangat warganya yang dinamis dan mau menerima orang lain sebagai saudara.
Kota yang aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah dengan warganya yang ramah tamah akan membawa kenangan bagi yang mengunjungi, semuanya dimiliki oleh kota Surabaya.
Kota yang mempunyai banyak tempat pendidikan Perguruan Tinggi, kawasan industri dan sentra perdagangan terbesar di wilayah Indonesia bagian timur serta basis maritim yang kuat, sangat mendukung berkembangnya kota ini menjadi kota pariwisata.
"Jer Basuki Mawa Bea" merupakan motto Jawa Timur, yang berarti cita-cita hanya dapat dicapai dengan pengorbanan. Hal ini juga menjadi motto utama, khususnya masyarakat Surabaya, Kota Pahlawan yang merupakan gambaran sejarah perjuangan melawan penjajah.
Surabaya lahir tanggal 31 Mei 1293, berkembang menjadi kota terbesar setelah Jakarta, semuanya itu karena semangat warganya yang dinamis dan mau menerima orang lain sebagai saudara.
Kota yang aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah dengan warganya yang ramah tamah akan membawa kenangan bagi yang mengunjungi, semuanya dimiliki oleh kota Surabaya.
Kota yang mempunyai banyak tempat pendidikan Perguruan Tinggi, kawasan industri dan sentra perdagangan terbesar di wilayah Indonesia bagian timur serta basis maritim yang kuat, sangat mendukung berkembangnya kota ini menjadi kota pariwisata.
"Jer Basuki Mawa Bea" merupakan motto Jawa Timur, yang berarti cita-cita hanya dapat dicapai dengan pengorbanan. Hal ini juga menjadi motto utama, khususnya masyarakat Surabaya, Kota Pahlawan yang merupakan gambaran sejarah perjuangan melawan penjajah.
Bermacam-macam jenis obyek wisata dapat dijumpai di Surabaya. Kota ini juga mempunyai banyak wisata sejarah dari kenangan Soerabaja Tempo Doeloe, gedung-gedung tua peninggalan zaman belanda dan jepang salah satunya adalah Hotel Oranje atau Yamato. Terdapat pula tempat wisata yang bernilai sejarah antara lain bangunan kuno peninggalan Belanda seperti Gedung Internatio, Gedung Grahadi, Balai Pemuda, Balai Kota, dan lain-lain. Untuk mengetahui heroisme perjuangan merebut kemerdekaan ada Museum Tugu Pahlawan dan Monumen Kapal Selam. Di pusat kota juga ada peninggalan patung raja kerajaan masa lalu Singosari yaitu Joko Dolog.
Disamping dianugerahi wisata sejarah, Surabaya juga kaya akan wisata belanja. Sebagai kota perdagangan, Surabaya memiliki cukup banyak pusat perbelanjaan dan mal. Benda seni dan souvenir dapat dibeli di Art Shop, airport, dan Gedung Balai Pemuda. Gedung ini juga merupakan pusat kegiatan seni dan budaya di Surabaya.
Obyek wisata yang bernilai religius terutama adalah kawasan Masjid Ampel. Di kawasan ini berdiri masjid kuno yang dikelilingi oleh bangunan China, Arab, bahkan Eropa dengan kebudayaan yang telah membaur dengan baik.
Wisata rekreasi disini adalah menyaksikan matahari terbit, berperahu di Pantai Kenjeran maupun di sungai Kalimas, mengunjungi kebun binatang, taman hiburan, berrnain golf, maupun menyaksikan pertunjukan.
Kesenian tradisional di Kota Surabaya tumbuh dan berusaha untuk tetap dilestarikan. Bentuk kesenian tradisional kota ini banyak ragamnya. Ada seni tari, seni musik dan seni panggung seperti ludruk, gending jula juli suroboyo, tari remo, kentrung, okol, seni ujung, besutan, upacara loro pangkon, tari lenggang suroboyo, dan tari hadrah.
Legenda Kota Surabaya
Dahulu, di
lautan luas sering terjadi perkelahian antara ikan hiu Sura dengan Buaya.
Mereka berkelahi hanya karena berebut mangsa. Keduanya sama-sama kuat,
sama-sama tangkas, sama-sama cerdik, sama-sama ganas, dan sama-sama rakus.
Sudah berkali-kali mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang
kalah. Akhimya mereka mengadakan kesepakatan.
“Aku bosan terus-menerus berkelahi, Buaya,” kata ikan Sura.
“Aku juga, Sura. Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi
berkelahi?” tanya Buaya.
Ikan Hiu Sura yang sudah memiliki rertcana untuk menghentikan
perkelahiannya dengan Buaya segera menerangkan.
“Untuk mencegah perkelahian di antara kita, sebaiknya kita membagi
daerah kekuasaan menjadi dua. Aku berkuasa sepenuhnyadi dalam air dan harus
mencari mangsa di dalam air, sedangkan kamu berkuasa di daratan dan mangsamu
harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air, kita tentukan
batasnya, yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!”
“Baik aku setujui gagasanmu itu!” kata Buaya.
Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada
perkelahian lagi antara Sura dan Buaya. Keduanya telah sepakat untuk menghormati
wilayah masing-masing.
Tetapi pada suatu hari, Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai.
Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui.
Mula-mula hal ini memarig tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya
memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini. Tentu saja Buaya sangat marah melihat
Ikan Hiu Sura melanggar janjinya.
“Hai Sura, mengapa kamu melanggar peraturan yang telah kita
sepakati berdua? Mengapa kamu berani memasuki sungai yang merupakan wilayah
kekuasaanku?” tanya Buaya.
Ikan Hiu Sura yang tak merasa bersalah tenang-tenang saja. “Aku
melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair.
Bukankah aku sudah bilang bahwa aku adalah penguasa di air? Nah,
sungai ini ‘kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah kekuasaanku,” kata Ikan
Hiu Sura.
“Apa? Sungai itu ‘kari tempatnya di darat, sedangkan daerah
kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu adalah daerah kekuasaanku!” Buaya
ngotot.
“Tidak bisa. Aku “kan tidak pernah bilang kalau di air hanya air
laut, tetapi juga air sungai,” jawab Ikan Hiu Sura.
“Kau sengaja mencari gara-gara, Sura?”
“Tidak! Kukira alasanku cukup kuat dan aku memang di pihak yang
benar!” kata Sura.
“Kau sengaja mengakaliku. Aku tidak sebodoh yang kau kira!” kata
Buaya mulai marah.
“Aku tak peduli kau bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan
air laut adalah kekuasaanku!” Sura tetap tak mau kalah.
“Kalau begitu kamu memang bermaksud membohongiku ? Dengan demikian
perjanjian kita batal! Siapa yang memiliki kekuatan yang paling hebat, dialah
yang akan menjadi penguasa tunggal!” kata Buaya.
“Berkelahi lagi, siapa takuuut!” tantang Sura dengan pongahnya.
Pertarungan sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi.
Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam,
saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air di sekitarnya menjadi
merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang itu. Mereka terus
bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali.
Dalam pertarungan dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Ikan Hiu
Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu
membelok ke kiri. Sementara ikan Sura juga tergigiut ekornya hingga hampir
putus lalu ikan Sura kembali ke lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan
daerahnya.
Pertarungan antara Ikan Hiu yang bernama Sura dengan Buaya ini
sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu, nama Surabaya
selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peristiwa inilah kemudian
dibuat lambang Kota Madya Surabaya yaitu gambar ikan sura dan buaya.
Namun adajugayang berpendapat Surabaya berasal dari Kata Sura dan
Baya. Sura berarti Jaya atau selamat Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti
selamat menghadapi bahaya. Bahaya yang dimaksud adalah serangah tentara Tar-tar
yang hendak menghukum Raja Jawa.Seharusnya yang dihukum adalah Kertanegara,
karena Kertanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh
tentara Tar-tar. Setelah mengalahkan Jayakatwang orang-orang Tar-Tar merampas
harta benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden
Wijaya tidak terima diperlakukan sepereti ini. Dengan siasat yang jitu, Raden
Wijaya menyerang tentara Tar-Tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka
menyingkir kembali ke Tiongkok.
Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah
ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya.
Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus bergolak.
Tanggal 10 Nopmber 1945 adalah bukti jati diri warga Surabaya yaitu berani
menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda.
Di jaman sekarang, pertarungan memperebutkan wilayah air dan darat
terus berlanjut. Di kala musim penghujan tiba kadangkala banjir menguasai kota
Surabaya. Di musim kemarau kadangkala tenpat-tempat genangan air menjadi
daratan kering. Itulah Surabaya.
0 komentar: